PASAR PAGI
Sebagaimana ingin menceritakanmu
kulihat orang-orang memainkan peran
merengkuh bayang keluh kesah
penuhi ringis bertempa harapan
tak peduli duri hujan dan luapan panas
hanya untuk mengurai haru biru keinginan
dan sebagaimana ingin mendatangimu
lukisan para pedagang di terik peluh
terbaca kesan buih selokan buntu
melekat sesak riak aroma
sembari menelan banyak cerita
tetap disini kenangan mengisi
lalu, sebagaimana aku bertemu
ada pengelana mencari keminting
membinarkan bulatan ilat sapi
walau senyatanya memendam alasan
kadang pula larut menatap gula gait
atau amplang bahkan abon kepiting
bolehlah sejenak menggebu
ditingkahi sebagaimana tersimpan
mungkinkah kisah tergubah ?
selayak melingkar memori
menuai kenangan disini,
….dari ruang dan waktu. Samarinda 2023
JEMBATAN MAHAKAM
Aku berdiri di antara kokohmu
sembari menikmati pemandangan perahu bergerak
menyadarkanku bahwa ada yang tak berakhir ketika kisah bergulir
begitu besar makna kejayaanmu
aku bersandar diantara tiangmu
sesekali melihat ketinting berderu riak
menyapaku seakan mengisi ruang jiwa
dari keheningan yang selalu jatuh diterik waktu
dan, aku masih disini
menyaksikan pula kapal ponton melambai
pelan mengisi segumpal ruang
membawa pergi mutiara hitam dengan pintu tertutup sepi
kisah asamu terus hadir
meski dijalin pada awalnya, kau sendiri
namun kini, ada yang menemanimu
sebuah jembatan yang berjanji takkan sirna lupa berteduh
kisahmu terus bergema dalam pikiran
tenggelam dalam balada Sape
mendengar suara sepasang sayap jembatan ini,
‘dimulai dari untuk selamanya’ dan akan selalu menjadi ‘satu kisah untuk hari lain’ Samarinda, 2023
PESUT MAHAKAM
Seperti mimpi sederhana
melihatmu menguatkan senyuman
gerakanmu memadu kasih
bebas meliuk menautkan kasmaran
layaknya berbagi cerita
entah pada pertemuan keberapakah
kita—memudar gundah
pada riak yang belum pasti
atau melepas sedih
bersembunyi dalam kecipak
seperti memantik kembali
sesuluh pelukan hidup
pun menggambarkan ulang
sebuah sentuhan rasa
mengunci ingatan nyanyianmu
seruan riuh dalam tawa
diantara perahu-perahu
memintal kehangatan senja
adakalanya kau menjauh
dan kerap terasing
renyah tawamu perlahan pulang ke tepian
selayaknya aku terima
pada suatu waktu
beri aku karunia memanggilmu datang
sekibas senyum jumpa dan cerita
dalam rencana Tuhan selanjutnya
merambah doa kebaikan seorang pesungai
‘kelak kenanglah aku sebagai pencari teduh,
dan kau pun menangkap wajah langit’
Desa Pela, 2023
SULTAN MUSA berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar diberbagai platform media daring & luring. Serta karya – karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional & Internasional. Seperti Antologi Puisi Penyair Dunia “Wangian Kembang : Antologi Puisi Sempena Konvesyen Penyair Dunia – KONPEN” yang di gagas Persatuan Penyair Malaysia (2018), Antologi Puisi “Negeri Serumpun” Khas Sempena Pertemuan Dunia Melayu GAPENA & MBMKB (2020), “La Antologia De Poesia Cultural Argentina – Indonesia“ Antologi Puisi Budaya Argentina – Indonesia (2021). Antologi Puisi “Cakerawala Islam” MAIK – Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan –Malaysia (2022), Festival Sastra Internasional Gunung Bintan – Jazirah (2019,2020,2021,2022,2023), Temu Karya Serumpun “Tanah Tenggara” Asia Tenggara (2023) dan HOMAGI – International Literary Magazine. Tercatat pula dibuku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Adapun IG : @sultanmusa97
Redaksi